31 August 2008

Memupuk dan mengkondisikan sepertinya memang menjadi bagian tugas orang tua. Pengkondisian itulah yang tengah saya lakukan dengan cletukan anak pertama kami, Khalil Acyuta Hafiidh Indrawan alias Khalil.

Cerita beberapa malam yang lalu saat browsing sejumlah kampus - kampus top dunia dikamar tidur, saya disapa dengan sebuah pertanyaan manis Khalil, "Apa itu ayah.." "Lambang Universitas nak" jawabku. "Universitas apa ayah??" tanyanya lagi "Harvard, ini sekolah terbaik di dunia nak..." "Khalil mau sekolah di Harvard Ayah" katanya, dengan santai Khalil pun menuju ke tempat tidur sambil memegang pesawat mainannya.

Diapun kembali asyik berimajinasi dengan sejumlah pesawat mainan yang umumnya sudah tidak layak disebut pesawat lagi tapi lebih cocok disebut boat atau rongsokan... yang menurutnya pesawat meledak kena roket....

Sekelebat kualihkan pandangan rupanya Istri tercintaku sudah terlelap karena keletihan bekerja dan ngelonin si bungsu Khafi Dheva Adhzeem Indrawan (panjang ya nama anak kami).
"ya nak kamu pasti bisa...Mudah mudahan kami mampu...Apapun meskipun itu mungkin hanya celetukan mu" bathin ku. Tapi mulai saat itu kalau ditanya "Khalil mau sekolah dimana??" dia pasti menjawab dengan tegas "Harvard"

Pelihara terus cita - citamu sayangku... tugas ayah membimbing dan menyediakan semuanya demi pendidikanmu

Ahh selalu saja terngiang kata - kata khalil "Harvard ayah...harvard..."
(Jakarta, 31 Agustus 2008)

28 August 2008

Alhamdulillah, Insya Allah dalam waktu dekat Ramadhan akan datang menjamu kami sekeluarga & kita sebagai umat Islam dimanapun di dunia ini. Ini adalah ramadhan bersama saya dan istri untuk ke 7 kalinya, ke 6 kalinya bersama Khalil dan ke 2 kalinya juga bersama Khafi.

Secara Matematis ada irisan kenikmatan yang kami rasakan bersama saat berbuka dengan anggota keluarga baru. Ada keindahan saat membayarkan Fitrah ke dua anak kami, yang menyadarkan saya dan istri bahwa kami mulai menua.

Masih di Bulan Ramadhan ada kenangan manis saat di Makasar ketika Khalil kecil tidak bisa tidur dimalam hari, sehingga harus saya ajak keliling kota hingga ke Masjid Al Markaz dengan mobil kantor lengkap dengan bantal dan guling hingga ia terlelap.

Kenyamanan berbuka bersama sahabat, teman, saudara di Biro Makassar yang sempat saya pimpin selama 3 tahun. Semua kebesaran yang membuat saya takjub akan unik nya Ramadhan.

Selamat datang Ramadhan, Selamat datang kebaikan
Semoga Allah menempatkan kembali kami dalam kezuhudan
Semoga Allah mengizinkan kami menikmati terdiamnya waktu
Semoga Allah memperlihatkan kembali ketundukan dedaunan
Semoga Allah memberi kami kembali kesempatan merasakan sesaknya dunia

Semoga Allah Kembali Mengijabah Doa - doa kami seperti masa itu yang penuh rahasia

Semoga Allah Menyelamatkan Kita Semua....

(Jakarta, 28 Agustus 2008)

Sahabatku Budi Zulkifli, Sayang sekali kita tidak bisa menikmati melihat hilal bersama seperti waktu - waktu yang lalu, saya betul betul merindukan masa itu.

26 August 2008


Sudah 3 hari cuti ini saya lebih banyak berkebun dan membaca. Salah satu bacaan favorit saya adalah National Geographic. banyak hal yang saya kagumi dari majalah mendunia ini, seperti maturitas, dokumentasi gambar maupun naskah dan yang paling penting Jurnalisnya -Bukan main Outstanding - ibaratnya kalau 20 jari kaki dan tangan saya adalah jempol semua, pasti akan akan saya acungkan semuanya.

Selain itu ada yang menggigit di National Geographic edisi Agustus kali ini (Sori sudah hampir sebulan baru sempat baca lagi). Edisi kali ini sebagian isinya adalah artikel yang telah termuat pada national geographic (international) pada tahun 1955 – Tentang 5 tahun Indonesia merdeka- judulnya Sang Raksasa Muda. Gambarnya Otentik, Orisinil dan yang penting isinya membawa kita melayang ke Negri ini ketika baru merdeka 53 tahun silam (dari pemuatan), dan salah satu kutipan yang membuat saya terharu serta bangga sebagai Orang Indonesia (saya gak mau pakai kata bangsa Indonesia) adalah :

“ Di Celebes yang telah dinamakan kembali menjadi Sulawesi oleh Republik , untuk pertama kalinya kami diresahkan oleh masalah keamanan di Indonesia. Jalan yang menyusuri sisi kanan bandara Makassar menjadi tidak aman setelah 9,5 kilometer: perampok dan pemberontak yang salin memperebutkan “wilayah kekuasaan” seringkali menyerangnya.

Sementara di sepanjang pelabuhan Makassar yang bersebelahan dengan pasar rotan terbesar di Indonesia, kami menyaksikan kapal-kapal tertambat saling berdampingan, mengingatkan siapapun pada keahlian pelaut Sulawesi.

Sebelum caravel-caravel Belanda atau Portugis pertama memasuki perairan ini, perahu-perahu besar Makassar telah berlayar sepanjang pesisir Cathay menuju Formosa dan ke arah barat ke Madagaskar, bernavigasi menggunakan bintang dengan akurasi yang mengagumkan. Dengan lengkungan halus, dek yang mulus, tiang yang tinggi dan dua dayung panjang yang dipasang di kedua sisi belakang kapal sebagai kemudi bawah air, perahu tersebut merupakan kapal yang luar biasa tangguh...” (Hal. 28, National Geographic Indonesia – Edisi Agustus 2008)


Mungkin karena saya sempat tinggal ditempat tersebut selama 6 tahun (dalam 2 periode terpisah) yang membuat saya merasa mengenal apa yang diceritakan Beverley M. Bowie & J Baylor Roberts dalam edisi tersebut.

Saya membayangkan Pelabuhan yang besar adalah paotere atau jalan yang penuh begal disekitar perintis yang masih hutan rimbun...De Ja Vu ... Kota ini memang mengagumkan manusia nya yang luar biasa ramah membuat saya selalu rindu akan Makassar. Saya juga sempat berfikir, kenapa Orde baru sedemikian IDIOTNYA mengubah nama kota Makassar menjadi Ujung Pandang??? He he he...

Ada juga foto yang memuat suasana Laut dengan Siluet Kapal Phinisi nya yang otentik dan orisinil bukan reka ulang apalagi rekayasa, bayangkan ketika Pelaut Makassar (bukan nelayan ecek –ecek) saat itu tidak pernah kebingungan dengan BBM yang baru diproduksi Indonesia dengan lifting 50 ribu barel per hari padahal sekarang 950 ribu barel aja masih kurang.

I Proud with Makassar, Saya juga beruntung anak keduaku terlahir di kota ini.... Subhanallah

(Bekasi 26 Agustus 2008)

18 August 2008

Hidup memang seperti dua sisi mata uang, “satu entitas tapi saling bertolak belakang”. Ada cerita kesenangan yang sama meskipun dengan subjek yang berbeda.
Seperti yang kami alami akhir pekan lalu saat saya bersama istri dan kedua anak kami membuang penat di salah satu pusat perbelanjaan di Bekasi.
Senjapun menjelang kami harus pulang dengan menaiki satu satunya sepeda motor bebek yang kita miliki, tidak ada alasan kegembiraan menghalangi kewajiban kami untuk menjemput Sholat Magrib ... Kita pulang melintasi sepanjang jalan Pekayon yang saat itu tidak terlalu ramai.
Romantika pun terjadi, Khalil duduk dimuka, lalu si bayi Khafi duduk diantara saya dan istri...Indahnya...

Tiba – tiba dari arah berlawanan melintas keluarga pemulung (Insya Allah dengan niat pulang yang sama seperti kami), sang kakak naik di gerobak yang tengah ditarik bapaknya, sedangkan si bungsu digendong sang ibu sambil berjalan kaki. Sepertinya mereka terlihat sangat gembira dengan perolehan hari itu.

Luar biasanya lagi, selain sama jumlahnya dengan keluarga kami, kedua anak mereka pun sama – sama sebaya dengan Khalil dan Khafi.

Keluarga pemulung itu bergerobak, kami bersepeda motor. Mereka pulang bekerja, kami pulang dari pekerjaan menghibur anak. Namun kami sama bergembira dengan apa yang telah Tuhan berikan saat itu.

Allah memang maha sempurna, sepertinya Dia memberiku satu lagi pelajaran saat pulang ke rumah...Fabbiayi alai Rabbikuma Tukadziban,... Fabbiayi alai Rabbikuma Tukadziban... Fabbiayi alai Rabbikuma Tukadziban ...Maka nikmat Tuhan mu yang manakah, yang engkau ingkari...Masya Allah hamba nyuwun ngapura Mu...hamba mohon ampun atas kekufuran kami ya Rabbi...

Semoga Allah berkenan melimpahkan kesejahteraan pada keluarga pemulung itu... Amien

(Bekasi, 17 Agustus 2008)

11 April 2008

"Assalamualaikum, Indonesyie? ...."

Hai my friend how are u? Sebuah suara yang terkesan sok akrab menyapaku sesaat pasca tawaf di masjidil haram. "Your name?" Tanya nya, "my name is kabul indrawan. And your name?" "Ahh my name is Kahramaen. I am turkish...", Agak terbata - bata tapi menurut kadar telinga dan masih tergolong dapat diterima telinga dan dicerna akal dengan mudah.

Setelah itu menggelindinglah seluruh pembicaraan kami hingga menyentuh keluarga, umur bahkan tsunami. Luar biasa warga Turki ternyata mengetahui adanya tsunami di Indonesia meskipun tidak mengetahui dengan persis berapa jumlah korban yang tewas akibat gelombang setinggi belasan meter tersebut

Menurut Kahramaen - saya adalah seorang pria yang sangat cepat berproses karena dalam usia 32 tahun telah menikah dan memiliki 2 anak laki - laki juga telah melakukan umroh. Maklum bagi warga Turki, ritual semacam umroh hanya dilakukan kaum Tua atau wanita.
Sedangkan pandangannya - saya adalah seorang pria dengan usia yang tergolong sangat muda untuk berpikir ruhaniah, ha ha ha... Padahal di Indonesia, jangankan seusia saya menunaikan umroh, balita aja ada yang naik haji.

Apapun, pembicaraan dengan kahramaen adalah perbincangan yang sangat menarik dan tidak terlupakan. Bayangkan, 2 manusia yang tidak saling mengenal sebelumnya, berbeda negara, suku, dipertemukan dalam sebuah ritual di Masjidil Haram. Subhanallah...

(Depan Ka'bah - Masjidil Haram, 10 April 2008)
"oe oek oek...” "whaaa whaaa..." tangis bayi terdengar sahut menyahut, menjadikan Masjidil Haram tak ubahnya sebuah lokasi konfrensi antar bayi sedunia. Dimana mereka memulai suatu dialektika untuk memperkenalkan diri antara satu bayi dengan bayi lain yang berbeda ras namun satu religiusitas.

Pikirku ternyata tidak cuma di Indonesia saja, namun hal ini juga terjadi ditempat seagung Masjidil Haram. Tapi apalah arti Masjidil Haram atau Ka'bah... semua itu hanya sebagian kecil tempat Allah berbagi kemuliaanNya yang pantas dinikmati siapapun, usia berapapun, jenis kelamin dan makhluk apapun...semua layak dan berhak merasakan kebesaran yang terserak itu.

Sepenglihatan saya, bayi dalam prosesi ibadah di tempat ini bukanlah hal yang aneh. Tidak hanya dalam sholat. Dalam tawaf maupun sa'i tak jarang orang tua menggendong anak mereka yang masih bayi atau balita.

Membuat iri memang, terlintas seandainya KHALIL ACYUTA dan KHAFI DHEVA dua buah hatiku ini ada saat itu, ingin rasanya mengajarkan betapa ibadah itu menyenangkan juga pelik dengan segala kompleksitas maupun simplisitas yang hanya diketahui oleh Allah dan kita sebagai makhluk yang unik, non rekuren serta tanpa preseden sebagai ciptaanNya yang rapuh.

(Salah satu sudut masjidil haram, 10 April 08. Pasca sai)

07 April 2008

Sebetulnya agak malu saya menceritakan hal ini. Peristiwa ini terjadi saat saya tengah asik khusuk berada di dalam raudah. Sebuah tempat antara rumah Rasulullah SAW (kini Makam beliau) dengan Mimbarnya.


Tempat itu menurut sabda Rasul adalah salah satu tempat diantara taman - taman surga, dimana berdoa ditempat ini Insya Allah akan mustajab. Tempat ini secara fisik juga mudah terindentifikasi dengan hamparan karpet warna Hijau diantara karpet warna Merah, dengan ukuran yang tidak seberapa luas.


Saya berada di tempat itu sejak jam 3 dini hari untuk melakukan berbagai ritual kehambaan. hingga tiba - tiba kemasyukanku terganggu ketika tepukan mendarat di pundak saya.


"Yallah... yallah" kata seorang paruh baya sepertinya asal Turki sambil menunjukaan kedua jarinya "yallah" sepertinya setengah memaksa mengusir saya agar memberikan tempat diraudah untuknya..."la la la (tidak tidak tidak).." jawabku dia memaksa berkali kali hingga akhirnya tetangga raudah saya berdiri dan memberikan tempat untuknya..."lho kok dia rela ya" pikirku.


Rupanya tetangga sebelah saya menunggu hingga sholat si Turki itu selesai, kemudian..."Syukran syukran..." kata si Turki tersebut usai sholat kepada si pemilik tempat sambil berlalu.

Masya Allah jadi tadi maksud 2 jari adalah kesempatan sholat 2 rakaat yang dia minta untuk dilakukan di Raudah, Astagfirullah kenapa saya jadi bodoh dan bakhil dengan taman Allah...

Maafkan aku ya Allah yang tidak mengerti kekayaan bahasaMu, dan bakhilnya diri ini


(Madinah, 7 april 2008)

Subhanallah... ketemu lagi dengan mas Mulawarman. Sahabat saya ini wartawan dari Makassar, dan dalam beberapa kali perjalanan tidak pernah dinyana saya bertemu dia. Seperti yang terjadi pagi tadi, pasca sholat subuh di Masjid Nabawi Madinah, saya bertemu dengan Mas Mul.

Dengan senyumnya yang khas dia menyapa saya, "halo mas Kabul...Apa kabar???" wah takjub saya, ribuan kilometer dari tanah air bertemu lagi dengan beliau seperti saat operasi Militer di Aceh maupun di Makassar. Dan Akhirnya....kamipun berfoto...klik klik...jadilah kenangan itu


(Masjid Nabawi - Madinah, 6 April 2008)


02 March 2008

Akhirnya sabtu pagi saya, istri dan kedua anakku berkesempatan ke kampus yang sudah 9 tahun kami tinggalkan. Nuansa akademis, suasana kere dan prihatin kembali meruak di ingatan ini. Ruang - ruang kuliah yang menjemukan, lab - lab yang sunyi , lorong hampa dan banyak lagi

Terbayang kembali ketika saya dan istri harus ketempat pembuangan sampah akhir di Cijeruk hanya untuk mencari puluhan botol balsem yang akan dipakai pacarku (istriku sekarang) sebagai wadah inokulasi bakteri.

Menjadi kondektur, jualan disket atau saat saya harus menjual beberapa kaleng susu kental manis, agar dapat bertahan hidup. Bahkan meminjam dana Rp.540.000,- dari almamater dengan konsekuensi menggadaikan ijazah hingga pinjaman lunas agar penelitianku jalan terus. Dan jadilah saya melamar kerja di Monsanto (dulu) hanya bermodalkan surat keterangan lulus saja ha ha ha... (what's life).

Diakhir masa kuliah, saya dan pacar (sekali lagi istriku sekarang) berfoto didepan logo bulat IPB sambil tertawa...Akhirnya selesai sudah perjalanan 6 tahun kami menjadi mahasiswa gembel, yang mencoba bertahan kuliah dengan berbagai basic survival to be barchelor. 9 tahun kemudian saya dan istri kembali berfoto ditempat ini didampingi ke dua anakku Khalil dan Khafi.

Kangen juga mau kuliah lagi, tapi pake duit siapa?? duit dari mana?? mengandalkan IPK, kayaknya berat. Maklum saya tergolong mahasiswa NASAKOM alias Nyaris Satu Koma, gimana gak satu koma, belajar dengan menahan lapar karena gak punya uang untuk makan, dan nyambi apa aja supaya bisa tetap kuliah...asal bisa lulus aja udah sukur... maklum (lagi) bapak cuma pns rendahan dan ibu hanya penjahit kecil...kedua orang tuaku memang orang kecil yang tidak bervisi kecil dan tidak berjiwa kerdil.

Istilah mereka, mau jumpalitan kayak apapun, yang penting anak - anak harus sekolah. Bahkan mereka juga mengajarkan anak - anaknya harus tahan banting dan tidak cengeng dengan kondisi yang kami alami saat itu. Bayangkan dengan gaji yang tidak seberapa, bapak dan Ibu harus membiayai kakakku yang sedang kuliah di Farmasi UGM, juga adik yang baru diterima di Hortikultura IPB. Meskipun akhirnya masku yang sulung harus melepas kuliahnya dan memilih jadi PNS demi meringankan beban bapak ibu....

Mudah - mudahan saja saya dan istriku dapat membesarkan Khalil dan Khafi seperti bapak ibu membesarkan kami, tapi dengan perencanaan yang lebih baik tentunya. La Takhaf Wala Tahzan Innalaha Ma Anna... Insya Allah

(bekasi, 1 Maret 2008)

02 February 2008

"Aaaa...ittai ittai sensei..." kataku. Sensei Yamaguchi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat saya berbicara dalam bahasa jepang, "kohai, anatawa nihonggo dekimasuka...". "haik so desu yo" jawabku. "watashi no metro tv shimbunkisha desu". "a a a... simbunkisha ne..".

Ha ha ha... padahal cuma menguasai beberapa kalimat saja tapi udah gaya, ngaku bisa bahasa jepang. Lumayanlah modal kursus nihonggo 3 bulan akhirnya bermanfaat juga.

Saat itu (28/01/08) memang pertama kalinya saya mengikuti Gashuku Shorinji kempo di Pusdiklat Pondok Gede. Banyak teknik yang luar biasa praktis dan efektif buat self defense. Mulai dari Mengunci, Membanting, sampai teknik yang sangat fatal jika diterapkan tanpa perhitungan yang baik.

Ini juga moment yang sangat menyenangkan untuk bertemu dengan puluhan Kenshi asal Jepang yang luar biasa trampil dan cantik tentunya ha ha ha.... Bayangkan saya sempat merayu salah satu kenshi yang gak bisa bahasa inggris, "anatawa kirei desu ne... " mudah mudahan tahun depan ketemu lagi di event yang sama

(Jakarta, 2 Februari 2008)

28 January 2008

Ini adalah malam terakhir saya dan keluarga di kota Makassar (28 Jan. 2008). Sama sedihnya ketika 3 tahun yang lalu saat saya diperintahkan menjadi Kepala Biro di Makassar. Meninggalkan sesuatu yang sepertinya sudah mendarah daging dalam diri ini. Ada rasa kehilangan yang sangat besar. Sama besarnya ketika saya harus meninggalkan Tilamuta - Gorontalo 15 tahun silam.
Di biro Makassar ini, saya belajar banyak hal dari kehidupan yang terus berproses tanpa henti. Di sini saya mengenal arti persahabatan yang tulus, berharganya sebuah janji, bernilainya setangkup harapan hingga dalamnya sebuah impian.

Ditempat ini pula saya mendapat banyak keluarga baru, sahabat yang rela berbuat apapun demi diriku, hingga teman setia dalam semua penantian dan harapan panjang.

Office like home, not home like... saya selalu menekankan kondisi tersebut kepada seluruh kru di biro ini, agar kenyamanan dan keamanan tetap terjaga, kebersamaan selalu terjalin didalamnya seperti sebuah rumah dan sebuah keluarga.

Bagi saya biro Makassar lebih dari sebuah kantor yang nyaman dan indah. Di dalamnya saya belajar menjadi seorang bapak yang harus menikahkan anaknya, seorang yang harus melamarkan wanita untuk saudaranya, guru untuk berbagi ilmu, teman yang mau mendengar, pimpinan yang harus membimbing, tangan besi yang harus memukul, hingga seteru bagi yang tidak sejalan dan ndablek atau sok pintar.

Bukan hanya itu, pengalaman luar biasa di biro ini adalah ketika menjadi seorang inisiator, negosiator, konseptor hingga konspirator dan provokator.


Banyak hal kudapat dari memahami karakter orang per orang di tempat ini, yang akhirnya tersusun dalam catatan panjang prilaku dan kebiasaan setiap individu, dan akhirnya membenarkan sebuah teori lama yang kudapat saat kuliah 14 tahun yang lalu, bahwa individu adalah unik, non rekuren dan tanpa preseden.

Prilaku unik mengenai kebaikan dan kebajikan setiap orang, keluguan, ketepatan memegang janji setia, kerja keras, kecerdasan serta kesetiaan. Namun... juga pelajaran mengenai orang - orang yang merasa dirinya hebat, superior dan dominan dari lain seperti ras aria atau yahudi. Adapula orang - orang yang merayu dengan segala lalu mengabaikan segalanya setelah seluruh keinginannya terpenuhi.

Bahkan belajar memahami bahwa ada sebuah kehidupan yang tega membicarakan semua keburukan atau mencela kita saat jauh dari biro ini, dengan mengatakan rekan kita tidak layak untuk sebuah pekerjaan, ketidak patutan menjadi best employee hingga mengatakan kita tidak layak memberi rekomendasi... dengan kata lain teman adalah saat kita dibutuhkan bukan saya dia dibutuhkan. but is okay live must go on, not all what I wishes is best for me.


Biro ini memberikan banyak kebaikan, berkah dan kehidupan baru dalam setiap sendi kehidupan serta kelempangan karir saya. Bagi saya posisi, jabatan, pangkat atau apapun itu bukanlah tujuan, melainkan dari apa yang kita hasilkan.

Kita gak perlu ambisi terhadap sesuatu melainkan ambisi pada kebaikan. Bukankah semua orang itu baik, hanya keinginannya pada sesuatu yang menyebabkan dia menjadi jahat....

Selamat tinggal biro Makassar, selamat tinggal Makassar, selamat tinggal sepenggal kehidupan yang pernah bergulir di dalamnya. Mohon maaf atas semua Kezhaliman yang telah saya buat, janji yang telah saya abaikan, kesetiaan yang pernah kita lupakan.

Semoga Allah membalas semua kebaikan kita... Amien

(Makassar, 280108)

25 January 2008


Dalam beberapa hari terakhir, saya dan istri saya membicarakan suatu cobaan yang tidak pernah putus dalam kehidupan kami sekeluarga yaitu Nikmat dari Allah SWT. Bayangkan dalam kurun waktu satu tahun (2007 - 2008), Allah sudah memberikan banyak hal yang sepertinya selama ini hanya khayalan kami saja.

Bayangkan pada tahun 2007 kami sekeluarga dianugrahi 1 seorang anak laki - laki yang lucu dan sehat, masih ditahun yang sama saya mendapat predikat runner up best employee dengan hadiah Umroh, Promosi jabatan menjadi koordinator pengembangan - Litbang dengan berbagai fasilitasnya hingga Kemudahan mutasi istri untuk bersama - sama ke Jakarta...Masya Allah...

Kenapa saya katakan cobaan? karena harta benda, anak dan istri kita adalah fitnah, juga karena kemudahan dapat menipu, kenikmatan dapat berubah seketika menjadi adzab yang pedih kalau kita tidak bersyukur (La insyakartum la adzidanakum, wala inkafartum inna adzabi la syadid)

Serta merta saya jadi teringat sebuah kata - kata bijak "ketika Tuhan diuji dengan kesusahan, hampir semuanya Lulus dengan baik. Namun ketika diuji dengan nikmat, hanya segelintir saja yang dapat melaluinya dengan baik..."


Fabbiayi'alai Rabbikuma Tukadziban - Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau ingkari.

Kondisi ini semakin membuat kami sekeluarga semakin berhati- hati, jangan sampai karena terlalu banyak nikmat lantas kami sekeluarga menjadi kufur nikmat dan akhirnya diganjar dengan kepedihan tiada henti. Naudzubillahi min zallik...

(Makassar, 250108)

Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget