27 June 2007



"tuh kan betul saya bilang....," kalimat itu terlontar lagi dari mulut saya setelah mengetahui ada sebuah mobil yang tertimpa pohon tak lama setelah saya bilang, "ada badai di makassar". Ini adalah prediksi saya yang terjadi untuk kesekian kalinya setelah Banjir Bandang Sinjai, Adam Air, dan peristiwa kecil lainnya. Beberapa bisa dijelaskan dengan ilmiah, namun ada juga yang tidak terjelaskan....saya mengatakan inilah Insting Jurnalis atau Insting Wartawan.

Seorang Jurnalis yang baik, umumnya memiliki insting yang cukup tajam dalam memprediksi suatu peristiwa yang belum terjadi, atau mungkin akan terjadi. Prediksi peristiwa ini umumnya diperoleh dengan analisa peristiwa yang telah terjadi kemudian diramu secara statistik dengan sedikit teori probabilitas, seberapa besar kemungkinan terjadinya peristiwa dimasa yang akan datang.

Menariknya tidak semua insting dapat dipelajari secara ilmiah, bahkan beberapa jurnalis senior terkadang secara spontan dapat menduga apa yang terjadi hanya berdasarkan feeling (Sixth Sense), nah ini dia yang sulit dijelaskan....Lihat posting saya tanggal 2 Januari 2007.

Padahal insting merupakan salah satu komponen penting dalam Jurnalistik. Namun urusan duga menduga dengan ajaib ini, tidak dipelajari secara khusus dalam pendidikan jurnalisme dimanapun, namun dapat dimiliki oleh seorang jurnalis dengan memperbanyak jam terbang dalam peliputan.

Awal menjadi jurnalis, saya juga sempat menghadapi masalah dengan makhluk satu ini. Namun perlahan saya mencoba menduga berbagai macam unsur alam, ilmiah dan sedikit mitos menjadi sebuah analisa dan prediksi peristiwa yang mungkin terjadi.

Misalnya untuk menduga apa yang bisa terjadi dengan transportasi, Saya biasanya menggabungkan Ilmu Klimatologi Dasar yang diperoleh saat kuliah dengan kondisi jalan atau penerbangan atau perairan jika suatu alat transportasi melintas dalam cuaca buruk, seperti yang terjadi hari ini. Atau Klimatologi dengan Lingkungan, jika hujan deras terjadi di sebuah wilayah yang gundul dan rawan longsor.

Hasilnya.... 80% terbukti atau terjadi, asal bukan klenik lho yaa......selamat mencoba




(Makassar, 27 Juni 2007)


Belakangan ini, Khalil anak pertamaku punya hobi baru. Memainkan kamera digital atau handycam. Awalnya alat penangkap gambar itu hanya dipergunakan untuk mengabadikan wajahnya sendiri, yang lucu dan mungil. Namun sebagai ayah yang baik dengan pengetahuan jurnalisme yang sedikit kuketahui, perlahan - lahan saya coba arahkan mengambil objek yang menarik perhatiannya.
Hasilnya...cukup lumayan. Dalam 2 hari dia mampu menterjemahkahkan kalimat ajar saya menjadi gambar yang bisa dibilang cukup menarik. Secara statistikpun, cukup banyak jumlah gambar yang bisa dikategorikan bermakna untuk anak usia 3,5 tahunan. Rata - rata 4 foto yang jelas fokus dan komposisinya dari 10 kali jepret.
Lucunya pula, dia mampu menjelaskan kepada ibunya (istriku) dengan kalimat sederhana tentang apa yang sudah diambilnya. Seperti ayah tidur di kursi dengan kaos celana pendek, ayah bangun siang (karena minggu lho ya) ibu di dapur. Atau tentang anggrek spesies yang tidak terawat di pekarangan kami, dia bilang: pohonnya hijau, tempatnya rusak, pasirnya habis dimakan tikus...ha ha ha

Ya ampun, lucu juga anak sekecil ini mampu mendeskripsikan sesuatu dan berupaya senaratif mungkin dengan diksi yang gak lebih dari 100 kata yang dia miliki.
Ya, sedini mungkin memang ku upayakan dua buah hati kami mampu bercerita dan berkomunikasi dengan baik, meskipun suatu saat dia tidak harus menjadi jurnalis seperti bapaknya.

(Makassar, 260607)

25 June 2007


Modal dasar menjadi seorang jurnalis yang baik adalah RASA INGIN TAHU atau CURIOUSITY. Rasa tersebut menyebabkan seorang manusia, mencari jawaban atas semua pertanyaan yang mendasar dari sejumlah peristiwa yang terjadi.
Rasa Ingin tahu tersebut kemudian jika ditranslasikan ke dalam jurnalistik dikenal dengan istilah 5W1H, atau dalam bahasa Indonesianya adalah Apa (What), Siapa (Who), Dimana (Where), Kapan (When), Kenapa (Why) dan Bagaimana (How).
6 komponen ini sudah cukup untuk mengubah sebuah peristiwa menjadi sebuah berita yang dipublikasikan (terlepas dari layak atau tidak), dan menjadikan seseorang sebagai Jurnalis pemula. Tapi 5W1H bukan segalanya, masih ada 5w!1H! yang lebih menguras keringat dan kecerdasan seorang jurnalis, agar materi yang disampaikan lebih bermutu dan qualified.
Lebih lanjut untuk menjadi seorang Jurnalis yang baik, seorang pemula harus memiliki kemampuan berbahasa yang baik, kaya kosa kata, serta kemampuan menganalisis sebuah peristiwa menjadi mudah dicerna dan masuk akal. Tambah lagi satu hal yang utama JAM TERBANG dan rasa tidak mudah berpuas diri. Hal yang paling terakhir secara tidak langsung akan mempercepat pematangan jurnalis muda menjadi Good and Taft Journalist...
(Makassar, 24 Juni 2007 )

24 June 2007



Sudah beberapa hari terakhir ini, setiap bepergian, saya tidak pernah lupa membawa 2 tas ransel (back pack). Agak aneh dan rikuh juga awalnya. tetapi mau tidak mau memang harus saya bawa kemanapun.
Kedua tas tersebut berisi sejumlah perangkat jurnalistik, yang sangat saya butuhkan belakangan ini seperti :Laptop dengan kemampuan stream, handycam Sony HC 108, tripod, kamera digital kecil nikon L4, Palm dan aksesoris lainnya.
Ribet memang, tapi memang sangat saya perlukan, untuk mengasah kembali kemampuan jurnalistik yang berangsur angsur menumpul, akibat rutinitasku menjadi Kepala Biro dengan wilayah terluas dan eskalasi konflik yang cukup tinggi.
Kondisi ini tak jarang justru menyebabkanku lebih sering berperan sebagai jembatan antara kru dilapangan dengan produser di jakarta. Ya memang masih peran jurnalistik, namun dalam tataran berbeda.
Dengan 2 tas ajaib yang saya bawa, berbagai peristiwa yang ada dan terjadi, kucoba tulis dan tuangkan dalam tulisan kecil yang mungkin kecil juga maknanya...

Yaaah semoga teman teman bisa menikmati dan mengkritisi tulisan di blog tersebut
(makassar, 240607)

Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget