28 January 2008

Ini adalah malam terakhir saya dan keluarga di kota Makassar (28 Jan. 2008). Sama sedihnya ketika 3 tahun yang lalu saat saya diperintahkan menjadi Kepala Biro di Makassar. Meninggalkan sesuatu yang sepertinya sudah mendarah daging dalam diri ini. Ada rasa kehilangan yang sangat besar. Sama besarnya ketika saya harus meninggalkan Tilamuta - Gorontalo 15 tahun silam.
Di biro Makassar ini, saya belajar banyak hal dari kehidupan yang terus berproses tanpa henti. Di sini saya mengenal arti persahabatan yang tulus, berharganya sebuah janji, bernilainya setangkup harapan hingga dalamnya sebuah impian.

Ditempat ini pula saya mendapat banyak keluarga baru, sahabat yang rela berbuat apapun demi diriku, hingga teman setia dalam semua penantian dan harapan panjang.

Office like home, not home like... saya selalu menekankan kondisi tersebut kepada seluruh kru di biro ini, agar kenyamanan dan keamanan tetap terjaga, kebersamaan selalu terjalin didalamnya seperti sebuah rumah dan sebuah keluarga.

Bagi saya biro Makassar lebih dari sebuah kantor yang nyaman dan indah. Di dalamnya saya belajar menjadi seorang bapak yang harus menikahkan anaknya, seorang yang harus melamarkan wanita untuk saudaranya, guru untuk berbagi ilmu, teman yang mau mendengar, pimpinan yang harus membimbing, tangan besi yang harus memukul, hingga seteru bagi yang tidak sejalan dan ndablek atau sok pintar.

Bukan hanya itu, pengalaman luar biasa di biro ini adalah ketika menjadi seorang inisiator, negosiator, konseptor hingga konspirator dan provokator.


Banyak hal kudapat dari memahami karakter orang per orang di tempat ini, yang akhirnya tersusun dalam catatan panjang prilaku dan kebiasaan setiap individu, dan akhirnya membenarkan sebuah teori lama yang kudapat saat kuliah 14 tahun yang lalu, bahwa individu adalah unik, non rekuren dan tanpa preseden.

Prilaku unik mengenai kebaikan dan kebajikan setiap orang, keluguan, ketepatan memegang janji setia, kerja keras, kecerdasan serta kesetiaan. Namun... juga pelajaran mengenai orang - orang yang merasa dirinya hebat, superior dan dominan dari lain seperti ras aria atau yahudi. Adapula orang - orang yang merayu dengan segala lalu mengabaikan segalanya setelah seluruh keinginannya terpenuhi.

Bahkan belajar memahami bahwa ada sebuah kehidupan yang tega membicarakan semua keburukan atau mencela kita saat jauh dari biro ini, dengan mengatakan rekan kita tidak layak untuk sebuah pekerjaan, ketidak patutan menjadi best employee hingga mengatakan kita tidak layak memberi rekomendasi... dengan kata lain teman adalah saat kita dibutuhkan bukan saya dia dibutuhkan. but is okay live must go on, not all what I wishes is best for me.


Biro ini memberikan banyak kebaikan, berkah dan kehidupan baru dalam setiap sendi kehidupan serta kelempangan karir saya. Bagi saya posisi, jabatan, pangkat atau apapun itu bukanlah tujuan, melainkan dari apa yang kita hasilkan.

Kita gak perlu ambisi terhadap sesuatu melainkan ambisi pada kebaikan. Bukankah semua orang itu baik, hanya keinginannya pada sesuatu yang menyebabkan dia menjadi jahat....

Selamat tinggal biro Makassar, selamat tinggal Makassar, selamat tinggal sepenggal kehidupan yang pernah bergulir di dalamnya. Mohon maaf atas semua Kezhaliman yang telah saya buat, janji yang telah saya abaikan, kesetiaan yang pernah kita lupakan.

Semoga Allah membalas semua kebaikan kita... Amien

(Makassar, 280108)

25 January 2008


Dalam beberapa hari terakhir, saya dan istri saya membicarakan suatu cobaan yang tidak pernah putus dalam kehidupan kami sekeluarga yaitu Nikmat dari Allah SWT. Bayangkan dalam kurun waktu satu tahun (2007 - 2008), Allah sudah memberikan banyak hal yang sepertinya selama ini hanya khayalan kami saja.

Bayangkan pada tahun 2007 kami sekeluarga dianugrahi 1 seorang anak laki - laki yang lucu dan sehat, masih ditahun yang sama saya mendapat predikat runner up best employee dengan hadiah Umroh, Promosi jabatan menjadi koordinator pengembangan - Litbang dengan berbagai fasilitasnya hingga Kemudahan mutasi istri untuk bersama - sama ke Jakarta...Masya Allah...

Kenapa saya katakan cobaan? karena harta benda, anak dan istri kita adalah fitnah, juga karena kemudahan dapat menipu, kenikmatan dapat berubah seketika menjadi adzab yang pedih kalau kita tidak bersyukur (La insyakartum la adzidanakum, wala inkafartum inna adzabi la syadid)

Serta merta saya jadi teringat sebuah kata - kata bijak "ketika Tuhan diuji dengan kesusahan, hampir semuanya Lulus dengan baik. Namun ketika diuji dengan nikmat, hanya segelintir saja yang dapat melaluinya dengan baik..."


Fabbiayi'alai Rabbikuma Tukadziban - Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau ingkari.

Kondisi ini semakin membuat kami sekeluarga semakin berhati- hati, jangan sampai karena terlalu banyak nikmat lantas kami sekeluarga menjadi kufur nikmat dan akhirnya diganjar dengan kepedihan tiada henti. Naudzubillahi min zallik...

(Makassar, 250108)

Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget