29 August 2007


"Bukan main..." ujarku dalam hati. Kenapa??? karena tidak ada satu kata yang cukup untuk mendeskripsikan betapa dramatisnya perubahan sebuah lahan tandus, menjadi little heaven on earth.

Dua tahun yang lalu, saya masih tersiksa ketika sepetak lahan tidak produktif menyapa mataku setiap kali mengantar istri ke kantor. Lahan itu sepertinya berdiri dengan wajah renta dengan sebuah tongkat, menhadangku sambil berkata, "kemana saja ilmu pertanian yang kau pelajari selama 6 tahun".

Untunglah Tuti seorang sahabat baik, mau mengubah nasib buruk lahan tersebut dan mengubahnya menjadi sepetak harapan. Berbagai tanaman hortikultura disemai dan tumbuh dengan gembira. Bagaimana tidak sejumlah pipa telah terpasang dilahan itu menjadikannya sebagai sungai kehidupan.

Maka jadilah sebuah panorama panjang kehidupan ekosistem baru dilahan yang sempat ternista itu.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =

Kondisi ini mengingatkanku pada sebuah buku berjudul "Revolusi Sebatang Jerami" yang pernah kubaca 10 tahun silam, mengenai pertanian organik yang ditulis oleh Masanobu Fukuoka, seorang Maestro Pertanian Organik. Awalnya dia mendapatkan sebidang lahan tandus kerontang di kawasan Pulau Shikoku, selatan Jepang. Tanpa mesin, pestisida atau pupuk kimia, Fukuoka San mengubah takdir buruk lahan itu menjadi lahan yang menyenangkan dan sedap dipandang mata.

Bahkan bulir bulir padi, jeruk maupun buah yang dihasilkan jauh lebih besar, lebih manis dan lebih indah dari pada yang ditanam dengan cara modern. Tidak hanya itu metode pertanian organik yang dipeloporinya menjadi sebuah trend baru dalam budidaya pertanian dunia.
Produk pertanian organikpun diklaim jauh lebih aman dan sehat untuk dikonsumsi, karena tidak menggunakan pestisida, herbisida atau sida - sida lainnya.
Namun sayang, saat ini dengan memanfaatkan label pertanian organik, sejumlah produk dari klan tersebut dijual dengan harga yang relatif lebih mahal dari produk pertanian modern.
Padahal, pertanian organik dapat dilakukan siapa saja, dimana saja dengan hasil yang tidak jauh berbeda dengan produk sejenis. Seperti menanam cabe, sawi, jeruk bahkan padi bisa dilakukan di halaman rumah dengan cara konvensional.
Andaikata banyak orang berfikiran seperti tuti atau fukuoka san, pasti kita tidak perlu kesulitan menghadapi paceklik atau tukang sayur yang suka berspekulasi dengan harga, dan membandingkan barang jualannya dengan supermarket.
Hanya dibutuhkan sedikit kemauan, pasti selalu saja ada tempat untuk meletakan sebuah kaleng blek susu yang telah ditanami cabe atau tomat atau apalah... disudut rumah kita yang disapa matahari tentunya.
(Makassar, 280807)

23 August 2007


Dalam dua hari terakhir, media cetak dan elektronik lokal maupun nasional. Ramai memberitakan penculikan Raisa, seorang anak perempuan yang masih belia.

Kasus ini mengingatkan saya 22 tahun yang silam, saat saya masih berusia 9 tahun. Waktu itu, ibuku selalu cemas akan kehilangan anak – anak tercintanya. Maklum dari 4 orang anak, saya adalah anak yang paling keras kepala. Terlebih saat itu penculikan sangat marak dan disertai berbagai bumbu mengerikan, untuk tumbal hotel, ganjal jembatan dllsbaaaj (dan lain lain sebagainya ada ada aja).

Bayangkan, sekurangnya dalam seminggu bisa 4 – 5 kali saya ke perpustakaan daerah Jakarta di kawasan kebon jahe. Untuk ke lokasi tersebut, dari rumah saya harus berjalan kaki 3 kilometer ke halte bus, kemudian naik bus tingkat PPD P-70 selama 30 menit, lalu turun di Ralien atau Harmoni, itupun masih harus jalan kaki lagi sekitar 10 menit untuk bisa sampai ketujuan.

Kala itu disetiap kesempatan, ibu selalu mengingatkan beberapa hal misalnya “ingat alamat rumah kamu di Karet Tengsin Rt 005 Rw 04 No.14, Anaknya pak Supardi dan ibu Siti”, atau seperti ini, “kalau ada yang mau kasih sesuatu jangan ambil, kalau mau diajak orang yang tidak dikenal jangan ikut,” ada juga yang agak ekstrim, “ kalau ditarik orang tidak dikenal TENDANG AJA TITIT nya, sudah itu kamu kabur dan teriak keras…Culikkkkk”.

Tapi itu dulu, saat penculikan tidak mengenal metodologi yang terstruktur dan terencana seperti disinetron dan (mungkin itulah yang) diaplikasikan penculik anak semanis Rasya. Sebagai orang tua dengan 2 orang anak yang masih balita, saya kini mulai mengerti kecemasan dan ketakutan ibuku.

Seandainya saja pelaku penculikan itu membayangkan Raisa adalah anak – anak mereka, mungkin saja ini tidak terjadi. Atau seandainya setiap sekolah memiliki sistem pengawasan yang super ketat dan protektif disertai dengan sistem antar jemput Orang tua ke Sekolah hingga kembali ke Orang tua, mungkin peristiwa buruk ini bisa diredam.

Tapi semua itu hanya sebagian dari perumpaan yang seandainya saja… Rasa yang selama ini mulai hilang dari sebagian relung jiwa masyarakat kita…aaah seandainya saja aku adalah ….seandainya seandainya Polisi bergerak cepat Semoga Raisa cepat ditemukan dan pelakunya tertangkap … amien

(Makassar, 230807)

22 August 2007


Ada jargon baru yang mulai populer dikalangan kru biro Makassar "anak - anak muda yang mencoba independen". Selidik punya selidik, rupanya yang melontarkan kata - kata ajaib ini untuk pertama kalinya si Budi Zulkifli dan Chalie Mustang.

Dua orang ini tengah merancang masa depan mereka dengan membeli sebuah rumah mungil disalah satu sudut kota makassar. Kesenangan dan angan - angan indah tidak diperoleh dengan mudah. Kebingungan mulai muncul, saat Budi tidak memiliki KK dan KTP yang bisa meyakinkan Bank, bahwa dia cukup kredible dan menyedihkan untuk dapat sedikit soft loan.


Demikian pula Chalie, mengambil rumah idaman rupanya mampu mengubah kebiasaan mbangkong nya. Sebelumnya anak ini selalu bangun jam 11 atau 12 siang (kalah sama bebek...) Sudah sepekan terakhir dia mulai bangun pagi, alasannya, "... Demi DP Bos..." ha ha ha.

Benar juga kata - kata Prof. Yohanes Surya, saat saat terjepit dengan usaha yang maksimal pasti akan ada bantuan dari tangan - tangan ajaib yang bernama MESTAKUNG. Semoga saja ...


(Makassar, 220807)


"Apakah tidak berlebihan klo hilangnya sinyal siaran Metro TV selama bbrp hr ini sebagai sabotase? Metro TV memberikan pembelajaran politik dalam pilkada Jakarta, tapi sayang siarannya tidak bisa di tangkap" (+6281296xxxxx - tribun 4/0807)

"Kenapa siaran metro tv sudah seminggu rusak? kita butuh berita sepanjang hari, bukan sinetron" (+6285299077xxx - tribun 4/08/07)

"Metro TV Makassar knp msh tdk jelas gambarnya? Kmi bth tayangan mndidik bukan sinetron2 bodoh dan gosip2 konyol" (+628129600xxx - tribun 11/08/07)


Wah, pasca transmisi ngambek... emang banyak yang tanya tentang siaran yang tiba - tiba menghilang begitu saja tanpa pesan. Hampir semua pertanyaan, senada dengan SMS yang dimuat di harian tribun. So what can I do... Smile... you are confusing as I am. I just can say, forgive me bro... Alatnya belum datang dari Amrik, Rusia dan Canada.
Kalau sampai pun, mungkin harus dirakit dulu di Cirebon dulu, lalu dikirim ke Makassar dan akhirnya dipasang di Gowa, Finally here we are... Metro TV on your Screen...
Namun ada hikmahnya juga sih, setidaknya saya bisa mengukur siapa saja penggemar Metro TV di Makassar. Ternyata bukan cuma kalangan A, B+ saja lho. Tukang parkir dan satpam pun rupanya termasuk penggemar berat, terbukti setiap bertemu mereka kerap bertanya tentang raibnya sinyal Metro TV.
Gommennasai pemirsa Sabar ya....

(Makassar, 210807)

Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget