11 March 2006



(Tulisan saya selengkapnya dapat anda temui di harian Tribun Timur 2 Maret 2006)

Hujan lebat yang mengguyur kota Makassar kota Makassar akhir – akhir ini cukup mengkhawatirkan. Bahkan Badan Metereologi sudah mengklasifikasikan sebagai hujan super lebat dan tercatat di stasiun BMG mencapai 184 mm (tribun timur 1/3/06)

Korelasi negatif dari hujan lebat tentu adalah banjir yang mengenangi sebagian kota Makassar, Gowa dan sekitarnya. Lihat saja banjir telah menelan korban 2 orang anak tewas karena hanyut terseret arus kanal dan selokan.

Sebagian akitivitas perkotaan pun lumpuh akibat perkantoran terendam banjir, dan beberapa ruas jalan tergenang air hingga setinggi setengah meter.

Meski demikian ada sisi baiknya juga banjir yang melanda kota makassar, ternyata juga merendam rumah 2 anggota DPRD kota makassar, yang akhirnya merencanakan akan memanggil dinas Pekerjaan Umum untuk menjelaskan kondisi ini. (tribun 28/2/06)

Namun dari semua kekhawatiran tersebut yang sangat mencemaskan adalah kondisi Lumpur di lereng gunung Bawakaraeng yang siap meluncur dan bisa saja meluluh lantakkan isi sebagian kota Makassar, gowa dan sekitarnya.

Jika longsor itu terjadi, bukan tidak mungkin akan menelan banyak korban jiwa akibat terseret arus dan tertimbun material longsoran, yang tanpa permisi menyerang kota di waktu siang atau malam hari…. Menakutkan

KONDISI SEKITAR BAWAKARAENG

Saya memiliki Gambar udara yang dengan jelas memperlihatkan adanya tumpukan material longsoran yang basah dan berwarna coklat tua, sepanjang lebih dari 10 kilometer dengan Lebar 1 – 3 kilometer.

Bahkan menurut prediksi sejumlah pakar geologi kedalaman lumpur bawakaraeng di duga mencapai lebih dari 200 meter serta dalam kondisi yang labil. Dimana bagian dasar dari endapan longsoran ini masih basah dan menyimpan air seperti Spons.

Dengan angka minimal di atas saja sudah dapat diduga berapa banyak material yang akan meluluh lantakkan kota Makassar, Gowa dan sekitarnya, lebih dari 2 milyar meter kubik longsoran dan air kemungkinan akan menimbun kota ini.

Artinya, kemampuan Waduk Bili – Bili yang konon mampu menampung air sebesar 152,3 juta meter kubik air tiada artinya jika harus berhadapan dengan material seperti tanah dan batu gunung sebanyak 2 milyar meter kubik.

Pemandangan terakhir disekitar lokasi bencana juga menunjukkan betapa labilnya kawasan disekitar longsoran. Seperti kecamatan parang loe, bontomarannu banyak jalan yang terkikis akibat hantaman air bercampur batu, serta Ratusan hektar sawah yang terendam Lumpur.

Sejauh ini, saya tidak mengetahui apa langkah kongkrit yang telah dilakukan Pemkab Gowa dan Makassar, jika kedatangan tamu Musibah ini. Padahal Longsoran ini dapat menerjang kapan saja baik siang ataupun malam hari, ketika kita semua terlelap tidur.

Sama halnya dengan saya, Banyak Warga yang tidak tahu harus mengungsi kemana, bagaimana prosedur evakuasi, dengan apa mereka mengungsi, apalagi perigatan dini bencana ini telah datang.

Bisa saja saat bencana tiba, kemudian masyarakat berbondong – bondong menyelamatkan diri dengan kendaraan yang ada, dan akibatnya justru menimbulkan kemacetan, yang berakhir dengan Terjebak dalam perjalanan.

Tidak ada sosialisasi yang baik dari pemerintah setempat kepada warga kota. Sehingga terkesan Bom Waktu ini menjadi sebuah misteri dan hanya di cukup di ketahui segelintir orang.

Terbayanglah kerusakan serta kuburan Massal warga yang tidak sempat menyelamatkan diri. Lebih mengerikan lagi bencana ini mungkin tidak turun pada puncak musim penghujan, yang artinya ada kemungkinan Bencana justru datang saat warga merasa aman di musim kemarau.
Tanpa ber su’udzon cukup menggelitik untuk menjadi sebuah pertanyaan besar “Apakah kemungkinan terjadinya bencana ini sengaja dirahasiakan agar tidak menimbulkan kepanikan? Atau Pemerintah Propinsi, kabupaten dan kota tidak peduli?” Walahu alam.
(Makassar, 2 Maret 2006)
------------------------

Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget