26 December 2007


Aku bertanya pada Ibu, siapakah lelaki sejati? Ibu menjawab, Nak...Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang di sekitarnya....

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang,
tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran.....

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya,
tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa ...

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari bagaimana diadi hormati ditempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah...

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan,
tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan...

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang,
tetapi dari hati yang ada dibalik itu...

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yang memuja,
tetapi komitmennya terhadap wanitayang dicintainya...

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan,
tetapi dari tabahnya dia menghadapi lika-liku kehidupan...

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca kitab suci,
tetapi dari konsistennya diamenjalankan apa yang ia baca...

(Makassar, 261207 - ku kutip dari teman yang baik)

02 December 2007



Sekali lagi, nasionalisme kita tersulut ketika negri Jiran mengklaim sejumlah kebudayaan Indonesia sebagai kesenian yang berasal dari negri mereka. Sebagai masyarakat Indon (sebutan sinis buat WNI) kita spontan tersinggung namun tidak pernah tahu harus berbuat apa selain Marah, Demo dan Marah lagi.

Bahkan baru saja saya mendapat email dari seorang teman yang berisikan beberapa konten budaya kita yang dibajak Mindon (Malaysia Dongok) seperti Reog, Kuda Lumping, tari piring, angklung dan masih banyak lagi karya seni lainnya.

Saat saya bertemu dengan jurnalis malaysia di Jepang setahun lalu, rekan saya mengakui betapa demokratisnya Indonesia, namun juga betapa emosionalnya masyarakat kita, yang menurut mereka (Mindon) "orang Indon itu kurang pendidikan...makanya marah terus".

Nampaknya kita harus lebih arif melihat klaim mengklaim ini, dunia akan tahu kok suatu budaya berasal dari mana. Analoginya "kalau kita punya baju banyak, kemudian gak pernah dipakai bertahun - tahun lalu hilang, awalnya kita gak merasa kehilangan, tapi kita jadi marah kalau ada orang yang menggunakan baju tersebut dan mengklaim itu baju mereka".

Pertanyaan saya, seberapa peduli teman - teman terhadap budaya kita sendiri, apakah teman - teman juga suka menikmati tarian kuda kepang, tari piring, atau rela berjam - jam menonton pertunjukan wayang atau reog???


Sori bukan bermaksud mengkuliahi tetang budaya, tapi apakah nasib seniman kita sudah layak untuk hidup dengan wajar di negri ini??? jika tidak wajar saja mereka menurunkan ilmu pada yang membayar lebih mahal...


Seharusnya kita sebagai orang Indonesia, jangan cuma marah atau ngamuk. itu membenarkan stigma buruk tentang Indonesia, bahwa kita adalah bangsa yang berpendidikan rendah sehingga otot lebih maju dari otak.

Lagi pula ibarat panggung, dapatkah kita melihat sisi lain bahwa Malaysia tidak lebih dari pada etalase pasar, yang akan menjual budaya Indonesia ke Dunia luar. Karena saat ini negri kita tengah berbenah dengan segala kepenatan dan kepelikan politik, korupsi, kelaparan dan lalin - lain.

Anggap saja mereka adalah seniman Indonesia yang memilih berkarir di negri lain demi kelestarian budaya kita, toh selama ini sebagian dari kita juga tidak peduli dengan wayang, reog, kuda lumping dan menganggap congklak adalah pekerjaan orang malas bukan sebuah entitas budaya yang harus diselamatkan.

Ayo deh kita mulai menghargai budaya kita sendiri, hargai seniman dan seni yang mereka hasilkan. seperti biasa, kita baru merasa memiliki dan menghargai sesuatu kalau benda tersebut sudah hilang...apakah sudah terlambat... nggak juga.....

(Makassar, 011207)

01 December 2007


Siapa yang gak tahu atau belum pernah melihat Becak??? kendaraan roda tiga yang umumnya menempatkan sang pengemudi di belakang penumpang. Becak adalah sebuah artikulasi budaya yang terjaga selama lebih dari seabad.

Tukang becak di Jakarta dipanggil "bang", di Jawa "Mas" di Makassar dipanggil "daeng". Sebuah relatifitas sapaan yang disesuaikan dengan krama terhadap kakak dalam kasta yang lebih rendah atau setara. Kenapa??? karena agak aneh kalau kita memanggil tukang becak "Oom", "Ndoro" atau "Puang"

Bentuk becak juga dapat ditafsirkan sebagai sindiran lembut buat manusia lokal, mengapa becak di Jakarta jauh lebih pendek dibanding becak Solo, karena orang Jakarta nggak mau capek angkat kaki. Atau becak Makassar lebih sempit dari becak Jakarta, seakan – akan orang Jakarta suka jadi jagoan di jalan, lebih gemuk serta sejahtera.

Becak juga kerap dipandang sebelah mata, sebagai sebuah bagian kerumitan kota. Becak membuat kota terlihat kumuh, tidak tertata dan yang menyedihkan tukang becak dianggap sebagai entitas ekonomi yang gagal. Tak jarang orang tua sering menakuti anaknya yang tidak mau belajar dengan kalimat, "...awas kalau gak mau belajar, nanti sudah besar jadi tukang becak!!!"

Barang ini juga mewakili nilai kekompakan serta spartanitas sebuah kelompok, ketika saya masih kecil. Salah seorang tetangga saya meninggal karena dikeroyok tukang becak. Alasannya sepele, salah seorang tukang becak sempat dipukul tetangga saya, lantas seluruh koleganya marah dan mendatangi rumahnya.


Meski demikian sadarkah kita, ada nilai - nilai kearifan dari komunitas tukang becak??? kearifan yang sepatutnya ditiru oleh sebagian masyarakat dan pejabat di negri ini. Coba perhatikan ketika tukang becak mencari penumpang. Sangat jarang sekali mereka berebutan atau saling sodok seperti tukang ojek.

Bahkan tidak jarang, mereka rela berbagi rezeki jika ada rekannya yang belum mendapat penumpang. Saya punya pengalaman unik, saat turun dari angkot, saya langsung menaiki sebuah becak yang tergolong bersih dan bagus. Namun serta merta pengemudinya menolak dan meminta saya menaiki becak rekannya, “dia belum dapat penumpang mas…” uups betapa bijak nya.

Bayangkan, jika budaya legowonya tukang becak ini diterapkan oleh sebagian masyrakat kita. Atau mengalah pada kepentingan yang lemah ini terjadi pada sebagian pengusaha besar dan pejabat negara ini… damainya.

Tanpa memandang sisi negatifnya, tentu kita juga menginginkan nilai – nilai kearifan tukang becak terjadi di negri ini.

(Makassar, 301107)

Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget