11 April 2008

"Assalamualaikum, Indonesyie? ...."

Hai my friend how are u? Sebuah suara yang terkesan sok akrab menyapaku sesaat pasca tawaf di masjidil haram. "Your name?" Tanya nya, "my name is kabul indrawan. And your name?" "Ahh my name is Kahramaen. I am turkish...", Agak terbata - bata tapi menurut kadar telinga dan masih tergolong dapat diterima telinga dan dicerna akal dengan mudah.

Setelah itu menggelindinglah seluruh pembicaraan kami hingga menyentuh keluarga, umur bahkan tsunami. Luar biasa warga Turki ternyata mengetahui adanya tsunami di Indonesia meskipun tidak mengetahui dengan persis berapa jumlah korban yang tewas akibat gelombang setinggi belasan meter tersebut

Menurut Kahramaen - saya adalah seorang pria yang sangat cepat berproses karena dalam usia 32 tahun telah menikah dan memiliki 2 anak laki - laki juga telah melakukan umroh. Maklum bagi warga Turki, ritual semacam umroh hanya dilakukan kaum Tua atau wanita.
Sedangkan pandangannya - saya adalah seorang pria dengan usia yang tergolong sangat muda untuk berpikir ruhaniah, ha ha ha... Padahal di Indonesia, jangankan seusia saya menunaikan umroh, balita aja ada yang naik haji.

Apapun, pembicaraan dengan kahramaen adalah perbincangan yang sangat menarik dan tidak terlupakan. Bayangkan, 2 manusia yang tidak saling mengenal sebelumnya, berbeda negara, suku, dipertemukan dalam sebuah ritual di Masjidil Haram. Subhanallah...

(Depan Ka'bah - Masjidil Haram, 10 April 2008)
"oe oek oek...” "whaaa whaaa..." tangis bayi terdengar sahut menyahut, menjadikan Masjidil Haram tak ubahnya sebuah lokasi konfrensi antar bayi sedunia. Dimana mereka memulai suatu dialektika untuk memperkenalkan diri antara satu bayi dengan bayi lain yang berbeda ras namun satu religiusitas.

Pikirku ternyata tidak cuma di Indonesia saja, namun hal ini juga terjadi ditempat seagung Masjidil Haram. Tapi apalah arti Masjidil Haram atau Ka'bah... semua itu hanya sebagian kecil tempat Allah berbagi kemuliaanNya yang pantas dinikmati siapapun, usia berapapun, jenis kelamin dan makhluk apapun...semua layak dan berhak merasakan kebesaran yang terserak itu.

Sepenglihatan saya, bayi dalam prosesi ibadah di tempat ini bukanlah hal yang aneh. Tidak hanya dalam sholat. Dalam tawaf maupun sa'i tak jarang orang tua menggendong anak mereka yang masih bayi atau balita.

Membuat iri memang, terlintas seandainya KHALIL ACYUTA dan KHAFI DHEVA dua buah hatiku ini ada saat itu, ingin rasanya mengajarkan betapa ibadah itu menyenangkan juga pelik dengan segala kompleksitas maupun simplisitas yang hanya diketahui oleh Allah dan kita sebagai makhluk yang unik, non rekuren serta tanpa preseden sebagai ciptaanNya yang rapuh.

(Salah satu sudut masjidil haram, 10 April 08. Pasca sai)

07 April 2008

Sebetulnya agak malu saya menceritakan hal ini. Peristiwa ini terjadi saat saya tengah asik khusuk berada di dalam raudah. Sebuah tempat antara rumah Rasulullah SAW (kini Makam beliau) dengan Mimbarnya.


Tempat itu menurut sabda Rasul adalah salah satu tempat diantara taman - taman surga, dimana berdoa ditempat ini Insya Allah akan mustajab. Tempat ini secara fisik juga mudah terindentifikasi dengan hamparan karpet warna Hijau diantara karpet warna Merah, dengan ukuran yang tidak seberapa luas.


Saya berada di tempat itu sejak jam 3 dini hari untuk melakukan berbagai ritual kehambaan. hingga tiba - tiba kemasyukanku terganggu ketika tepukan mendarat di pundak saya.


"Yallah... yallah" kata seorang paruh baya sepertinya asal Turki sambil menunjukaan kedua jarinya "yallah" sepertinya setengah memaksa mengusir saya agar memberikan tempat diraudah untuknya..."la la la (tidak tidak tidak).." jawabku dia memaksa berkali kali hingga akhirnya tetangga raudah saya berdiri dan memberikan tempat untuknya..."lho kok dia rela ya" pikirku.


Rupanya tetangga sebelah saya menunggu hingga sholat si Turki itu selesai, kemudian..."Syukran syukran..." kata si Turki tersebut usai sholat kepada si pemilik tempat sambil berlalu.

Masya Allah jadi tadi maksud 2 jari adalah kesempatan sholat 2 rakaat yang dia minta untuk dilakukan di Raudah, Astagfirullah kenapa saya jadi bodoh dan bakhil dengan taman Allah...

Maafkan aku ya Allah yang tidak mengerti kekayaan bahasaMu, dan bakhilnya diri ini


(Madinah, 7 april 2008)

Subhanallah... ketemu lagi dengan mas Mulawarman. Sahabat saya ini wartawan dari Makassar, dan dalam beberapa kali perjalanan tidak pernah dinyana saya bertemu dia. Seperti yang terjadi pagi tadi, pasca sholat subuh di Masjid Nabawi Madinah, saya bertemu dengan Mas Mul.

Dengan senyumnya yang khas dia menyapa saya, "halo mas Kabul...Apa kabar???" wah takjub saya, ribuan kilometer dari tanah air bertemu lagi dengan beliau seperti saat operasi Militer di Aceh maupun di Makassar. Dan Akhirnya....kamipun berfoto...klik klik...jadilah kenangan itu


(Masjid Nabawi - Madinah, 6 April 2008)


Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget