31 August 2008

Memupuk dan mengkondisikan sepertinya memang menjadi bagian tugas orang tua. Pengkondisian itulah yang tengah saya lakukan dengan cletukan anak pertama kami, Khalil Acyuta Hafiidh Indrawan alias Khalil.

Cerita beberapa malam yang lalu saat browsing sejumlah kampus - kampus top dunia dikamar tidur, saya disapa dengan sebuah pertanyaan manis Khalil, "Apa itu ayah.." "Lambang Universitas nak" jawabku. "Universitas apa ayah??" tanyanya lagi "Harvard, ini sekolah terbaik di dunia nak..." "Khalil mau sekolah di Harvard Ayah" katanya, dengan santai Khalil pun menuju ke tempat tidur sambil memegang pesawat mainannya.

Diapun kembali asyik berimajinasi dengan sejumlah pesawat mainan yang umumnya sudah tidak layak disebut pesawat lagi tapi lebih cocok disebut boat atau rongsokan... yang menurutnya pesawat meledak kena roket....

Sekelebat kualihkan pandangan rupanya Istri tercintaku sudah terlelap karena keletihan bekerja dan ngelonin si bungsu Khafi Dheva Adhzeem Indrawan (panjang ya nama anak kami).
"ya nak kamu pasti bisa...Mudah mudahan kami mampu...Apapun meskipun itu mungkin hanya celetukan mu" bathin ku. Tapi mulai saat itu kalau ditanya "Khalil mau sekolah dimana??" dia pasti menjawab dengan tegas "Harvard"

Pelihara terus cita - citamu sayangku... tugas ayah membimbing dan menyediakan semuanya demi pendidikanmu

Ahh selalu saja terngiang kata - kata khalil "Harvard ayah...harvard..."
(Jakarta, 31 Agustus 2008)

28 August 2008

Alhamdulillah, Insya Allah dalam waktu dekat Ramadhan akan datang menjamu kami sekeluarga & kita sebagai umat Islam dimanapun di dunia ini. Ini adalah ramadhan bersama saya dan istri untuk ke 7 kalinya, ke 6 kalinya bersama Khalil dan ke 2 kalinya juga bersama Khafi.

Secara Matematis ada irisan kenikmatan yang kami rasakan bersama saat berbuka dengan anggota keluarga baru. Ada keindahan saat membayarkan Fitrah ke dua anak kami, yang menyadarkan saya dan istri bahwa kami mulai menua.

Masih di Bulan Ramadhan ada kenangan manis saat di Makasar ketika Khalil kecil tidak bisa tidur dimalam hari, sehingga harus saya ajak keliling kota hingga ke Masjid Al Markaz dengan mobil kantor lengkap dengan bantal dan guling hingga ia terlelap.

Kenyamanan berbuka bersama sahabat, teman, saudara di Biro Makassar yang sempat saya pimpin selama 3 tahun. Semua kebesaran yang membuat saya takjub akan unik nya Ramadhan.

Selamat datang Ramadhan, Selamat datang kebaikan
Semoga Allah menempatkan kembali kami dalam kezuhudan
Semoga Allah mengizinkan kami menikmati terdiamnya waktu
Semoga Allah memperlihatkan kembali ketundukan dedaunan
Semoga Allah memberi kami kembali kesempatan merasakan sesaknya dunia

Semoga Allah Kembali Mengijabah Doa - doa kami seperti masa itu yang penuh rahasia

Semoga Allah Menyelamatkan Kita Semua....

(Jakarta, 28 Agustus 2008)

Sahabatku Budi Zulkifli, Sayang sekali kita tidak bisa menikmati melihat hilal bersama seperti waktu - waktu yang lalu, saya betul betul merindukan masa itu.

26 August 2008


Sudah 3 hari cuti ini saya lebih banyak berkebun dan membaca. Salah satu bacaan favorit saya adalah National Geographic. banyak hal yang saya kagumi dari majalah mendunia ini, seperti maturitas, dokumentasi gambar maupun naskah dan yang paling penting Jurnalisnya -Bukan main Outstanding - ibaratnya kalau 20 jari kaki dan tangan saya adalah jempol semua, pasti akan akan saya acungkan semuanya.

Selain itu ada yang menggigit di National Geographic edisi Agustus kali ini (Sori sudah hampir sebulan baru sempat baca lagi). Edisi kali ini sebagian isinya adalah artikel yang telah termuat pada national geographic (international) pada tahun 1955 – Tentang 5 tahun Indonesia merdeka- judulnya Sang Raksasa Muda. Gambarnya Otentik, Orisinil dan yang penting isinya membawa kita melayang ke Negri ini ketika baru merdeka 53 tahun silam (dari pemuatan), dan salah satu kutipan yang membuat saya terharu serta bangga sebagai Orang Indonesia (saya gak mau pakai kata bangsa Indonesia) adalah :

“ Di Celebes yang telah dinamakan kembali menjadi Sulawesi oleh Republik , untuk pertama kalinya kami diresahkan oleh masalah keamanan di Indonesia. Jalan yang menyusuri sisi kanan bandara Makassar menjadi tidak aman setelah 9,5 kilometer: perampok dan pemberontak yang salin memperebutkan “wilayah kekuasaan” seringkali menyerangnya.

Sementara di sepanjang pelabuhan Makassar yang bersebelahan dengan pasar rotan terbesar di Indonesia, kami menyaksikan kapal-kapal tertambat saling berdampingan, mengingatkan siapapun pada keahlian pelaut Sulawesi.

Sebelum caravel-caravel Belanda atau Portugis pertama memasuki perairan ini, perahu-perahu besar Makassar telah berlayar sepanjang pesisir Cathay menuju Formosa dan ke arah barat ke Madagaskar, bernavigasi menggunakan bintang dengan akurasi yang mengagumkan. Dengan lengkungan halus, dek yang mulus, tiang yang tinggi dan dua dayung panjang yang dipasang di kedua sisi belakang kapal sebagai kemudi bawah air, perahu tersebut merupakan kapal yang luar biasa tangguh...” (Hal. 28, National Geographic Indonesia – Edisi Agustus 2008)


Mungkin karena saya sempat tinggal ditempat tersebut selama 6 tahun (dalam 2 periode terpisah) yang membuat saya merasa mengenal apa yang diceritakan Beverley M. Bowie & J Baylor Roberts dalam edisi tersebut.

Saya membayangkan Pelabuhan yang besar adalah paotere atau jalan yang penuh begal disekitar perintis yang masih hutan rimbun...De Ja Vu ... Kota ini memang mengagumkan manusia nya yang luar biasa ramah membuat saya selalu rindu akan Makassar. Saya juga sempat berfikir, kenapa Orde baru sedemikian IDIOTNYA mengubah nama kota Makassar menjadi Ujung Pandang??? He he he...

Ada juga foto yang memuat suasana Laut dengan Siluet Kapal Phinisi nya yang otentik dan orisinil bukan reka ulang apalagi rekayasa, bayangkan ketika Pelaut Makassar (bukan nelayan ecek –ecek) saat itu tidak pernah kebingungan dengan BBM yang baru diproduksi Indonesia dengan lifting 50 ribu barel per hari padahal sekarang 950 ribu barel aja masih kurang.

I Proud with Makassar, Saya juga beruntung anak keduaku terlahir di kota ini.... Subhanallah

(Bekasi 26 Agustus 2008)

18 August 2008

Hidup memang seperti dua sisi mata uang, “satu entitas tapi saling bertolak belakang”. Ada cerita kesenangan yang sama meskipun dengan subjek yang berbeda.
Seperti yang kami alami akhir pekan lalu saat saya bersama istri dan kedua anak kami membuang penat di salah satu pusat perbelanjaan di Bekasi.
Senjapun menjelang kami harus pulang dengan menaiki satu satunya sepeda motor bebek yang kita miliki, tidak ada alasan kegembiraan menghalangi kewajiban kami untuk menjemput Sholat Magrib ... Kita pulang melintasi sepanjang jalan Pekayon yang saat itu tidak terlalu ramai.
Romantika pun terjadi, Khalil duduk dimuka, lalu si bayi Khafi duduk diantara saya dan istri...Indahnya...

Tiba – tiba dari arah berlawanan melintas keluarga pemulung (Insya Allah dengan niat pulang yang sama seperti kami), sang kakak naik di gerobak yang tengah ditarik bapaknya, sedangkan si bungsu digendong sang ibu sambil berjalan kaki. Sepertinya mereka terlihat sangat gembira dengan perolehan hari itu.

Luar biasanya lagi, selain sama jumlahnya dengan keluarga kami, kedua anak mereka pun sama – sama sebaya dengan Khalil dan Khafi.

Keluarga pemulung itu bergerobak, kami bersepeda motor. Mereka pulang bekerja, kami pulang dari pekerjaan menghibur anak. Namun kami sama bergembira dengan apa yang telah Tuhan berikan saat itu.

Allah memang maha sempurna, sepertinya Dia memberiku satu lagi pelajaran saat pulang ke rumah...Fabbiayi alai Rabbikuma Tukadziban,... Fabbiayi alai Rabbikuma Tukadziban... Fabbiayi alai Rabbikuma Tukadziban ...Maka nikmat Tuhan mu yang manakah, yang engkau ingkari...Masya Allah hamba nyuwun ngapura Mu...hamba mohon ampun atas kekufuran kami ya Rabbi...

Semoga Allah berkenan melimpahkan kesejahteraan pada keluarga pemulung itu... Amien

(Bekasi, 17 Agustus 2008)

Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget