07 September 2007


Tak ada angin dan tak ada tanda - tanda, tiba - tiba istriku tersayang nggerutu, " ini Malaysia gimana sih, gak takut kualat sama Indonesia", peristiwa ini yang jarang terjadi dalam 5 tahun pernikahan kami. Rupanya Istriku tengah mengomentari berita tentang jomplangnya hubungan Indonesia dengan Negri Jiran yang tengah tayang di salah satu stasiun TV. Menurut istriku, sudah berapa kali negri ini di zhalimi tetangga sendiri. Mulai dari TKW, sipadan ligitan, perbatasan hingga terakhir aksi PREMAN POLISI MALAYSIA.


Luar biasa memang, istriku yang manis dan penyabar ini sontak menjadi sinis dan marah terhadap sesuatu yang tidak langsung dialaminya. Untung kedua anak kami tengah tidur pulas, sehingga tidak perlu melihat perubahan ekspresi seorang ibu yang lembut menjadi garang.


Sebagai suami yang baik, tentu tugas saya adalah menenangkan kegundahannya dengan sedikit strategi sepertinya mendukung penyataannya. "Tenang aja bu... ntar 20 tahun juga mereka gak ada apa - apanya, yang penting pemerintahan kita berubah dulu".

************************************************************************************

Di Makassar, aksi penolakan terhadap kekerasan polisi malaysia kali ini memang tidak seheboh saat ramainya sengketa pulau ambalat. Mahasiswa di kota ini yang biasanya garang dengan puak melayu, tiba - tiba kaaaleeem tanpa suara yang berarti. Kondisi ini jelas membingungkan kami para jurnalis yang ingin melihat adanya sedikit empati terhadap saudara kita yang dianiaya di Malaysia.


Malaysia lebih maju dari Indonesia memang sesuatu yang tidak dapat dipungkiri, tapi kekerasan terhadap warga Indonesia, juga tidak bernurani. Sebagai orang Jawa, saya selalu percaya dengan Filosopi masyarakat jawa, hidup itu "cakra manggilingan" artinya kadang di atas kadang di bawah.


Sebagai orang kecil terkadang saya sangat menikmati posisi sebagai terzhalimi, sehingga saat itu menurut Rasulullah SAW tidak ada batas antara saya dengan Tuhan yang akan mengabulkan semua doa saya. Sebagai muslim saya sangat percaya akan hal ini, seandainya saja seluruh rakyat Indonesia saat penzholiman itu terjadi dan mengganti kemarahan dengan Doa, mungkin semua akan berubah dan bisa saja berbalik.


Kemarahan terkadang membuat logika kita tidak berfikir dengan baik. Saat terjadi sengketa Ambalat, Mahasiswa malaysia yang tengah belajar di Universitas Hasanuddin Makassar di razia warga. Padahal seandainya mereka kita berikan pemahaman yang baik tentang Indonesia bukan tidak mungkin dalaam 10 -20 tahun mendatang merekalah pemimpin malaysia yang akan mengubah cara pandang negrinya terhadap Indonesia.


Indonesia dipandang remeh oleh negara tetangga, karena kita sendiri tidak becus mengurus diri. Politisi meributkan kepentingan atas nama rakyat, kekerasan aparat terjadi dimana - mana, pengangguran yang sulit dikendalikan, dll, membuat rasa percaya diri pemimpin negara ini semakin rendah. Bagaimana mau menentang negara lain, kalau negara ini tidak mandiri dan membutuhkan dukungan negara tetangga.


Bagi saya, peristiwa ini adalah pelajaran yang sangat mahal. Karena saat ini kami tengah membesarkan 2 orang anak yang kami harapkan menjadi Manusia terbaik di negri ini. Kekerasan Jiran cukuplah berhenti saat ini saja. Tidak perlu terjadi pada anak - anak kami dan anak - anak negri ini. Dengan segala keyakinan, Indonesia kelak akan menjadi negara terbaik dan lebih maju dari tetangga kita.... Insya Allah


(Makassar, 070907)

0 pendapat:

Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget