17 October 2007


Menjadi nara sumber sebuah forum jurnalistik, merupakan salah satu kesenangan saya semenjak ditugaskan di Makassar. Bukannya bermaksud mencari tandingan atau pamer ilmu, tapi mencari kepuasan diri untuk berbagi pengalaman sebagai seorang jurnalis.

Selama dua tahun sekurangnya sudah 20 forum atau workshop yang menjadikan saya sebagai salah satu pembicara. Salah satu workshop terbaru yang saya hadiri dan sangat berkesan adalah "Workshop Jurnalisme Investigatif" pada tanggal 19 September 2007 yang lalu.

Berbeda dengan workshop sebelumnya, kali ini saya duduk satu meja dengan Sherry Richiardi salah seorang jurnalis investigatif senior dari Amerika Serikat, Sukriansyah Latief - pemred harian fajar dan radot gourning - wartawan radio 68H papua.


Satu hal yang membuat saya takjub dengan Sherry yang juga merupakan profesor di Indiana University, dengan rendah hati dia mengatakan " I am just a simple journalist".

Wah jurnalis sekaliber dia saja mau merendah dan dengan senang hati membagikan ilmunya. fenomena ini agak berbeda dengan sebagian kecil jurnalis Indonesia yang menganggap dirinya adalah selebritis karena sering muncul di layar kaca (sepert sebuah iklan shampo ya he he he...)

Dalam workshop ini saya mengulas sedikit perjalanan peliputan ketika Fabianus Tibo cs akan dieksekusi. Saya memberikan sedikit tinjauan sisi investigatif dari liputan yang tergolong kolosal dalam pengerahan kru liputan, serta beberapa liputan lainnya seperti konflik Aceh, Poso, maupun saat saat tegang ketika berusaha membebaskan 157 orang TKW yang disekap makelarnya pada tahun 2002 lalu.

Namun bukan itu yang menjadi kepuasan saya kali ini. Kepuasan kali ini terletak pada adanya kesempatan untuk bisa menunjukkan pada seorang jurnalis asing mengenai aktivitas jurnalistik di Indonesia. Kenapa? karena selama ini muncul kesan wartawan Indonesia kerap di Identikan dengan uang serta agak mudah untuk memanipulasi berita demi uang seperti yang dipraktekkan para wartawan Bodrek.

Ini adalah forum luar biasa, terlepas luar biasanya juga honor yang saya terima sebagai pembicara, sehingga mampu menutupi cicilan rumah saya selama 2 bulan ke depan. Sebuah workshop yang menunjukkan kami jurnalis Indonesia juga punya otak, nurani dan NYALI untuk meliput sesuatu meskipun harus bertaruh nyawa.


(Makassar, 17 Oktober 2007)

1 pendapat:

Unknown said...

Hmmm, 1x jd narasumber workshop bisa bayar cicilan 2 bulan. 20x workshop, jadi... Hehe becanda...

Salut buat Mas Kabul, masih muda pengalamannya bejibun. Saya sendiri, sebenarnya tertarik juga di dunia jurnalistik, setiap melihat kejadian, pengennya "meliput". Kamera saya banyak berisi "hal-hal yang tidak penting" tetapi menarik minat saya untuk mengabadikan.

Tapi ya apa daya, bidang yang saya geluti sekarang ini juga menantang...

Bicara wartawan Bodrek, sering tuh ketemu. Nulis liputan, trus korannya setumpuk dibawa untuk dimintakan bayaran. Ada juga beberapa yang "menawarkan" untuk menulis profil, dengan penggantian sejumlah uang.

Tapi bos saya jarang diwawancarai Metro TV tuh. Kapan kapan kalo ke Jakarta [lagi] mampir ya ke Nusantara 1, hehe..

Categories

Pages

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget